Rumah Nawacita Gelar Diskusi Bersama Media Cari Solusi Kasus Lahan di Pelalawan

  • by Redaksi
  • Jumat, 31 Januari 2020 - 18:38:44 WIB

SeRiau - Sikapi kisruh yang terjadi di Pelalawan dan sudah menjadi tranding topik, Rumah Nawacita yang merupakan bagian dari Relawan Jokowi Center Indonesia (RJCI), gelar diskusi bersama insan media di sebuah caffe di Jalan Arifin Ahmad, Pekabaru.

Dalam diskusi itu juga hadir perwakilan dari masyarakat Gondai, Langgam, Pelalawan, Riau Firmansyah dan Pakar Hukum Universitas Riau DR Erdiansyah SH. Hasilnya Rumah Nawacita menyatakan siap untuk mengawal perjuangan ratusan petani Gondai, Kecamatan Langgam, Pelalawan, Riau dan negara harus ikut andil dalam penyelesaiannya. 

Founder Rumah Nawacita - Relawan Jokowi Center Indonesia (RJCI), Raya Desmawanto dalam pernyataannya di Pekanbaru, Jumat (31/1) mengatakan petani sawit Gondai yang terancam kehilangan nafkah menjadi persoalan yang harus diselesaikan oleh negara. "Kami ingin membuka jendela baru dalam menyikapi persoalan ini. kami temukan adanya jendela untuk hasilkan 'win-win solution', dan ini berdasarkan Perpres," ujar Raya. 

Secara umum, Raya menyampaikan bahwa para petani Gondai tidak harus menjadi korban atas kesalahan PT Peputra Supra Jaya (PSJ) sebagai bapak angkat mereka yang melaksanakan usaha perkebunan tanpa izin hingga berakhir pada penyitaan dan eksekusi lahan. 

Sebab putusan Mahkamah Agung Nomor: 1087 K/Pid.Sus.LH/2018 dengan objek lahan perkebunan kelapa sawit pada kawasan hutan negara seluas 3.323 hektar di Kecamatan Langgam, Pelalawan Riau telah berkekuatan hukum tetap, proses eksekusi putusan tersebut telah dilakukan dan masih terus berjalan sampai saat ini.

Untuk itulah kasus hukum ini bisa menjadi pintu masuk “kehadiran negara” untuk melakukan penataan agraria pada lahan/ hutan baik yang berada lama kawasan hutan atau non kawasan hutan untuk dapat dikelola oleh masyarakat secara tepat sasaran, pasti dan efektif untuk menopang ekonomi masyarakat. "Ada dua peraturan presiden yang mungkin bisa menyelesaikan polemik ratusan masyarakat yang menggantungkan hidupnya di Gondai saat ini," ungkap Raya.

Pertama penataan agraria melalui program reforma agraria yang diatur Peraturan Presiden nomor 88 tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PTKH) dan Peraturan Presiden nomor 86 tahun 2018 tentang Reforma Agraria. "Kemudian Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian nomor 3 tahun 2018  tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Tim Inventarisasi dan Verifikasi Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (Inver PTKH)," paparnya.

Tentunya Satgas Penertiban Lahan/ Hutan Provinsi Riau memiliki kapasitas dan kewenangan untuk menelusuri lebih lanjut keberadaan legalitas penguasaan lahan kebun PSJ. "Baik yang berada di dalam kawasan hutan maupun areal penggunaan lain, termasuk mengambil langkah tindakan hukum (litigasi) dan non litigasi. Hasil pemeriksaan Satgas tersebut akan menjadi pintu masuk untuk mengarahkan lahan-lahan tersebut sebagai objek reforma agraria," ujarnya.

Berdasarkan penelusuran, tim sejatinya PSJ mengelola sekitar 9.324 hektare perkebunan sawit. "Namun PSJ hanya mengantongi izin usaha perkebunan seluas 1.500 hektare. Alhasil, dari total 9.324 hektare yang dikelola, termasuk 3.323 hektare yang dieksekusi melalui putusan MA, serta izin IUP hanya 1.500 hektare, maka ada 4.500 hektare lahan yang dikelola PSJ dengan status tidak jelas," ucap Raya. 

Untuk itu, Raya mengatakan alangkah baiknya masyarakat dan kelompok tani yang terdampak eksekusi diberikan 4.500 hektare lahan dalam status abu-abu itu dalam bentuk TORA. Terlebih lagi, sudah ada Perpres dan Permen yang mengatur serta tim bentukan Gubernur Riau yang bisa digerakkan.

"Masyarakat yang terkena dampak dari putusan MA kasus di atas, sebaiknya dan seharusnya mendapat prioritas utama sebagai subjek penerima objek reforma agraria. Apakah diselesaikan dengan skema Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) ataupun Perhutanan Sosial (PS). Dengan demikian, masyarakat akan bisa menjadi subjek penerima program reforma agraria pada areal tersebut," ungkap Raya. 

Pakar hukum Universitas Riau DR Erdiansyah mengatakan bahwa putusan MA tidak ada yang salah, meski dalam putusan itu turut mencantumkan PT Nusa Wana Raya (NWR). Dia menganalogikan bahwa jika ada seseorang yang kehilangan sepeda motor, maka korban yang akan melaporkan kehilangan itu ke polisi. "Begitu juga NWR, karena dia yang merasa kehilangan dan putusannya juga dikembalikan kepada perusahaan," ujarnya. 

Sementara itu Firmansyah, salah seorang warga Gondai mengaku jika ratusan warga yang kini berkebun sawit serta menjadi anak angkat PSJ, bukanlah warga asli Gondai. "Saya bisa katakan 90 persen mereka bukan warga asli Gondai. Ini saya yang mengatakan, anak asli Gondai, yang lahir dan besar di sana," ujar Firman.(rls)