Heboh Desa 'Hantu', KPK Sudah 'Ramalkan' Sejak 2015

  • by Redaksi
  • Rabu, 06 November 2019 - 19:19:44 WIB

SeRiau - Persoalan desa 'hantu' tengah mengemuka setelah disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani. Namun rupanya persoalan itu sudah dikaji KPK sejak 2015. Seperti apa?

Desa 'hantu' bukanlah desa yang dihuni makhluk tak kasatmata, melainkan desa yang tidak berpenduduk tetapi sengaja didaftarkan untuk mendapatkan anggaran dana desa. Padahal, sejak 2015, KPK sudah mengkaji dana desa serta menemukan sejumlah potensi masalah.

"Pada tahun 2015 dalam pelaksanaan tugas pencegahan, KPK pernah melakukan kajian tentang dana desa dan menemukan beberapa potensi masalah," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Rabu (6/11/2019).

Febri mengatakan setidaknya ada empat potensi masalah yang ditemukan KPK seperti yang tercantum dalam kajian KPK pada tautan ini. Atau secara singkat dapat dipaparkan sebagai berikut:

Soal Masalah Regulasi

Febri menilai regulasi dan petunjuk teknis pelaksanaan yang diperlukan dalam pengelolaan keuangan desa belum lengkap sehingga berpotensi adanya tumpang-tindih kewenangan. "Potensi tumpang-tindih kewenangan antara Kementerian Desa dan Ditjen Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri," kata Febri.

Febri menyebut formula pembagian dana desa dalam PP Nomor 22 Tahun 2015 dirasa tidak cukup transparan dan hanya didasarkan atas dasar pemerataan. Selain itu, pengaturan pembagian penghasilan tetap bagi perangkat desa kurang berkeadilan.

"Pengaturan pembagian penghasilan tetap bagi perangkat desa dari ADD yang diatur dalam PP No nomor 43 tahun 2014 kurang berkeadilan," katanya.

"Kewajiban penyusunan laporan pertanggungjawaban oleh desa tidak efisien akibat ketentuan regulasi yang tumpang-tindih," imbuhnya.

Soal Masalah Tata Laksana

Febri menilai kerangka waktu siklus pengelolaan anggaran desa sulit dipatuhi oleh desa. Ia menambahkan belum tersedia satuan harga baku barang dan jasa yang dijadikan acuan menyusun APBDesa. Selain itu, transparansi pertanggungjawaban ABPDesa masih rendah sehingga rawan manipulasi.

"APBDesa yang disusun tidak sepenuhnya menggambarkan kebutuhan yang diperlukan desa. Transparansi rencana penggunaan dan pertanggungjawaban APBDesa masih rendah. Laporan pertanggungjawaban yang dibuat desa belum mengikuti standar dan rawan manipulasi," ujarnya.

Soal Potensi Masalah Pengawasan

Febri menyebut efektivitas inspektorat daerah dalam mengawasi pengelolaan keuangan masih rendah. Selain itu, aduan masyarakat tidak dikelola dengan baik.

"Efektivitas inspektorat daerah dalam melalukan pengawasan pengelolaan keuangan di desa masih rendah. Saluran pengaduan masyarakat tidak dikelola dengan baik oleh semua daerah. Ruang lingkup evaluasi dan pengawasan yang dilakukan oleh camat belum jelas," sebut Febri.

Soal Potensi Masalah SDM

Febri menyebut lemahnya aparat desa bisa dimanfaatkan oleh tenaga pendamping untuk melalukan korupsi. "Tenaga pendamping berpotensi melakukan korupsi/fraud memanfaatkan lemahnya aparat desa," ucapnya.

Febri mengatakan, dari sejumlah temuan itu, KPK merekomendasikan kepada badan atau lembaga terkait. KPK meminta badan atau kementerian melakukan revisi dan/atau membuat regulasi baru.

"Antara lain adalah dengan merevisi Permendagri 07/2008 tentang Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, dengan memasukkan aspek pengawasan partisipatif oleh masyarakat, audit sosial, mekanisme pengaduan, dan peran inspektorat daerah," tuturnya. (**H)


Sumber: detikNews