KPK Buka Kemungkinan Panggil Menteri Terkait Suap Bowo Pangarso


SeRiau - Skenario keterlibatan menteri dalam suap anggota DPR Bowo Sidik Pangarso terus bergulir. Kali ini KPK membuka kemungkinan untuk menghadirkan menteri aktif di kabinet kerja dalam proses penyidikan perkara politikus Golkar itu.

"Oh, iya, dong, iya, dong (panggil menteri), KPK 'kan ini bicara keadilan. Kalau enggak gitu, enggak adil, dong," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di kantornya, Selasa (23/4).

Disinggung terkait pemanggilan menteri sebagai salah satu strategi penyidikan perkara Bowo, Saut enggan merinci. Namun ia memastikan proses penyidikan dan pengumpulan bukti dalam perkara ini masih terus berjalan.

"Nanti, nanti, kita lihat dulu, karena proses (penyidikan) masih berjalan. Ini soal bagaimana kita bisa mengumpulkan bukti, baru kita bicarakan taktik, strategi, efisiensi dan seterusnya," kata Saut.

Keterlibatan nama menteri sebelumnya muncul akibat cuitan dari kuasa hukum Bowo, Saut Edward Rajagukguk. Ia menyebut ada seorang menteri aktif yang menjadi penyumbang utama amplop 'serangan fajar' yang disiapkan kliennya untuk pileg.

"Sumber uang yang memenuhi 8 miliar yang ada di amplop tersebut dari salah satu menteri yang sekarang lagi menteri di kabinet ini," ujar Saut Edward usai dampingi kliennya di KPK.

Kendati demikian, ia enggan menyebutkan lebih jauh identitas menteri itu. "Saya enggak etis kalau sebut nama," ucap Saut Edward.

Terkait perkara ini, Bowo diduga menerima suap dari Marketing Manager PT Humpuss Asty Winasti sebesar Rp 221 juta dan USD 85,130 (sekitar Rp 1,1 miliar). Suap tersebut diberikan melalui rekan Bowo, Indung. KPK telah menetapkan Bowo Pangarso, Asty, dan Indung sebagai tersangka.

Suap itu diduga agar Bowo mempengaruhi PT Pupuk Indonesia Logistik untuk memberikan pekerjaan distribusi pupuk. Pekerjaan itu sebelumnya sudah pernah dikerjakan PT Humpuss, tapi masa kerja samanya sudah berakhir.

Kesepakatan antara PT Pupuk Indonesia Logistik dan PT Humpuss untuk distribusi pupuk kemudian kembali terjalin. Tepatnya, setelah ada penandatanganan MoU pada 26 Februari 2019.

KPK juga menemukan uang Rp 8 miliar rupiah yang dibungkus 84 kardus. Uang itu terdiri dari pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu di dalam amplop. KPK menduga uang itu akan dipakai Bowo untuk 'serangan fajar' dalam Pemilu 2019. (**H)


Sumber: kumparanNEWS