KPU kembalikan berkas hampir 200 caleg mantan napi korupsi ke parpol


 

Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan mengembalikan berkas hampir 200 bakal calon legislatif (bacaleg) mantan narapidana kasus korupsi ke partai politik masing-masing, kata salah seorang komisionernya.

Pengembalian ini dimaksudkan supaya partai politik dapat mengganti para bacaleg yang merupakan mantan napi kasus korupsi.

"Prinsipnya kami kembalikan kepada parpol masing-masing, karena tidak sesuai dengan kesepakatan juga antara KPU sama parpol," ujar Pramono Ubaid Tanthowi kepada wartawan di Mahkamah Konstitusi, Kamis (26/07).

Sebelumnya, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengumumkan 192 nama bakal calon legislatif yang terindikasi mantan terpidana korupsi. Jumlah itu tersebar di sembilan propinsi, 92 kabupaten, dan 11 kota.


Dilema mantan napi menjadi caleg: Pertarungan suara rakyat dengan hukum positif

Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018, yang resmi diberlakukan pada 3 Juli lalu, praktis melarang pengusulan nama calon legislatif yang pernah menjadi narapidana kasus korupsi, bandar narkoba, dan kejahatan seksual terhadap anak.

Larangan itu dituangkan dalam bentuk pakta integritas yang harus ditandatangani pimpinan parpol.

Peraturan ini telah digugat ke Mahakamah Agung (MA) oleh sejumlah mantan napi korupsi.

Sementara itu, KPU akan tetap menjalankan PKPU no. 20 tahun 2018, kata Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi.

"Sepanjang belum ada putusan dari MA yang belum membatalkan PKPU, kami kembalikan kepada parpol."

 

Politikus Golkar, Dave Laksono mengatakan bahwa partainya belum mengganti bacaleg yang terindikasi mantan napi korupsi karena masih menunggu hasil gugatan PKPU di MA.

"Kalau MA menyatakan itu (PKPU) tidak sah, ya berarti nama-nama tersebut harus dicoret. Kalau misalnya MA menyatakan itu boleh, ya sudah berarti mereka tetap sebagai caleg," ungkapnya kepada BBC News Indonesia.

Golkar, kata Dave, berpegang pada aturan hukum yang belum mencabut hak politik narapidana tersebut.

"Mereka pernah melakukan suatu kesalahan, kekhilafan di masa lalu, tapi mereka masih memiliki hak politik. Itu tidak dicabut oleh negara," imbuhnya.

 

Komisioner KPU Hasyim Asyari mengatakan pihaknya akan menggunakan data dari KPK untuk menapis atau menyaring mantan narapidana korups

i.
Sementara itu, Komisioner KPU Hasyim Asyari mengatakan bahwa pihaknya akan mencocokkan daftar nama bakal calon legislatif dengan data dari KPK untuk menapis mantan narapidana korupsi.

Data tersebut berupa daftar dan nomor putusan dari semua kasus yang pernah ditangani KPK.

Tanpa data KPK, proses penapisan atau penyaringan mantan napi korupsi dalam daftar bacaleg mengandalkan iktikad baik dari partai.

"Jadi KPU bisa mengembalikan itu misalkan, satu dia mengakui, pengakuan itu kan itikad yang bersangkutan dan partainya. Yang kedua kalau sudah mengaku kan pasti ada lampiran suketnya (surat keterangan dari pengadilan) dan ada dokumen putusannya," ujar Hasyim.

Ia menambahkan bahwa setelah melalui proses KPU, masyarakat bisa mengecek sendiri nama-nama baleg yang terindikasi mantan napi korupsi di Daftar Caleg Sementara (DCS), yang akan dipajang di Sistem Informasi Calon (Silon) KPU.( BBC )