UU Terorisme Beri Kompensasi Korban Hingga Peristiwa Bom Bali


SeRiau - Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme yang baru saja disahkan DPR mengatur tentang pemberian kompensasi bagi korban aksi terorisme, termasuk peristiwa bom di masa lalu.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan pemberian kompensasi yang bersifat surut ke belakang, tersebut merupakan bentuk terobosan. Hal itu menjadikan korban seperti peristiwa bom Bali dapat diberikan kompensasi.

"Itu keputusan politik kita karena masih banyak, setelah teman-teman Pansus ke daerah mendengar, juga pemerintah mendengar para korban, ada yang barangkali belum terselesaikan. Masih ada trauma dan lainnya, itu kita harap bisa diselesaikan," kata Yasonna di kompleks parlemen, Jakarta, Jumat (25/5).

Ketua Pansus RUU Terorisme Muhammad Syafii sebelumnya menjelaskan penambahan substansi dalam UU yang baru disahkan itu terkait pemberian kompensasi bagi korban.

Penambahan itu berupa ketentuan perlindungan bagi korban aksi terorisme secara komprehensif, berupa bantuan medis, rehabilitasi psikologis, psikososial, santunan korban meninggal dunia, pemberian restitusi dan kompensasi.

"RUU mengatur pemberian hak bagi korban yang mengalami penderitaan sebelum RUU ini disahkan," kata Syafii.

Aturan itu diatur dalam Pasal 35A, 36, 36A, 36B, dan 43 L. Pada pasal 43 L ayat 1 disebutkan korban langsung yang diakibatkan tindak pidana terorisme sebelum UU ini mulai berlaku dan belum mendapatkan kompensasi, medis, atau rehabilitasi psikososial dan psikologis berhak mendapatkannya.

Rapat paripurna DPR telah menyetujui revisi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme atau RUU Terorisme menjadi undang-undang.

Ketua Pansus RUU Terorisme Muhammad Syafii menyebutkan definisi terorisme yang telah disepakati dan melaporkan hasil pembahasan serta poin-poin perubahan yang ada dalam undang-undang tersebut.

"Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif politik, ideologi, atau gangguan keamanan," kata Syafii saat membacakan laporan. (**H)


Sumber: CNN Indonesia