Polisi Pukul Wartawan Saat Liput Demo Rumah Deret di Bandung


SeRiau - Aparat kepolisian di Bandung menganiaya seorang pewarta sedang meliput aksi unjuk rasa penolakan Rumah Deret Tamansari di Kantor Walikota Bandung, Jalan Wastukencana Kota Bandung, Kamis (12/4) siang kemarin. Korban mengalami memar pada dahi akibat dipukul dan dipaksa menghapus foto-foto hasil liputan oleh polisi.

Wartawan yang dianiaya itu berasal dari Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Suaka Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, Muhammad Iqbal. Saat berada di lokasi, Iqbal mengambil gambar beberapa anggota polisi tengah menyeret sejumlah peserta aksi. 

Ketika asyik mengambil gambar, Iqbal tiba-tiba ditarik oleh seorang polisi. Anggota polisi diketahui dari Polrestabes Bandung itu langsung memintanya memperlihatkan kartu pers. Saat itu juga Iqbal langsung menunjukkan kartu persnya. Namun, polisi itu malah menarik Iqbal masuk ke dalam truk polisi. Di sana Iqbal malah diintimidasi.

"Polisi itu minta kamera, dia minta foto-foto yang diambil saya dihapus. Tapi saya tolak. Polisi itu malah semakin menekan dan membawa saya masuk ke dalam truk. Di dalam truk saya diintimidasi," kata Iqbal, dalam siaran pers diterima Jumat (13/4).

Iqbal melanjutkan, akhirnya dia terpaksa menghapus foto-foto hasil liputannya. Namun, bukannya segera dilepas, polisi itu malah menyita kartu pers dan mengambil foto wajah Iqbal.

Kemudian polisi itu mendadak meninju wajah Iqbal sebanyak dua kali. Pukulan itu membuat pelipis dan wajah Iqbal memar.

"Saya kan posisi di dalam pos, abis Salat Ashar, sudah ada dua orang terkapar di dalam pos, lalu datang yang ketiga dan ditendang oleh oknum, saya coba melerai. Tapi saya jadi sasaran polisi. Polisi bilang, 'kamu pers yang tadi? Apaan kamu!' Terus saya bilang, 'saya pers pak, saya pers'. Ditonjoklah saya dua kali," ujar Iqbal.

Tim Advokasi Jurnalis Independen (TAJI) mengecam kekerasan dilakukan aparat kepolisian terhadap jurnalis dan massa pengunjuk rasa.

Perbuatan itu dianggap melanggar Pasal 8 Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Sebab, wartawan mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan profesinya.

Selain itu, dalam Pasal 18 UU Pers menyebutkan pihak yang menghalang-halangi tugas jurnalis melanggar hukum pidana.

"Itu bentuk pelanggaran hukum pidana, sebagaimana tertuang dalam Pasal 18 UU Pers, di mana setiap orang yang menghalangi kebebasan pers diancam penjara maksimal dua tahun, dan denda maksimal Rp500 juta," ujar juru bicara TAJI, Ari Syahril Ramadhan.

Tim advokasi terdiri dari Lembaga Bantuan Hukum Bandung, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Jawa Barat serta Aliansi Jurnalis Independen Kota Bandung juga mengecam kekerasan dilakukan polisi itu kepada massa pengunjuk rasa.

Menurut Ari, tindakan tersebut merupakan bentuk pemberangusan terhadap kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat.

"Tiga massa aksi mengalami tindak kekerasan sehingga harus mendapatkan perawatan medis di RS Sariningsih," terang Ari.

TAJI menuntut polisi mengusut tuntas kasus kekerasan terhadap jurnalis, menghormati dan melindungi jurnalis yang tengah melakukan tugas jurnalistik, mengusut kasus kekerasan terhadap masyarakat sipil dan meminta polisi untuk menghormati dan melindungi hak publik untuk menyampaikan pendapat. (**H)


Sumber: CNN Indonesia