"Fifty-fifty", Misteri Kematian Mantan Wakapolda Sumut Belum Terpecahkan


SeRiau - Sudah lebih dari sepekan, kasus kematian mantan Wakapolda Sumatera Utara Kombes Pol (Purn) Agus Samad masih juga misterius.

Jajaran kepolisian yang menyelidiki kasus itu belum bisa mengungkap penyebab kematian purnawirawan berusia 71 tahun itu.

Banyak kejanggalan yang muncul untuk menyimpulkan korban bunuh diri. Sementara itu, untuk menyimpulkan kasus ini sebagai pembunuhan, polisi kehilangan jejak.

Belakangan, polisi mengeluarkan pernyataan "fifty-fifty", antara bunuh diri atau dibunuh.

Jenazah Kombes Pol (Purn) Agus pertama kali ditemukan di taman belakang rumahnya di Perum Bukit Dieng Blok MB-9 Kelurahan Pisangcandi, Kecamatan Sukun, Kota Malang, Jawa Timur, 24 Februari 2018 pagi sekitar pukul 08.00 WIB.

Adalah Gunaryo, salah satu satpam di perumahan itu yang pertama kali menemukannya. Saat itu, Gunaryo diminta oleh Bu Rahmad dan Bu Prawoto, warga yang tinggal di perumahan itu, untuk mendobrak pintu rumah tersebut atas dasar permintaan dari istri korban, Suhartutik.

Istri korban yang tengah berada di Bali untuk mengurus usaha rumah makan merasa ada yang janggal. Sebab, korban yang seorang diri di rumah tidak mengangkat saat ditelepon berulang kali.

Akhirnya, Gunaryo memenuhi permintaan untuk mendobrak pintu depan rumah dan melihat kondisi korban. Ketika itulah, korban ditemukan tergeletak di taman belakang rumahnya.

Kondisi kaki korban terikat tali rafia yang ujungnya terikat ke pagar di lantai tiga. Sementara itu, di kedua pergelangan tangan korban terdapat luka sayat. Lokasi korban ditemukan terlihat bersih. Luka sayat di pergelangan tangan korban tidak lagi mengeluarkan darah.

Ceceran darah ditemukan di ruang makan, sekitar 10 meter dari korban. Terdapat tisu di lokasi itu. Belakangan, jajaran Polres Malang Kota yang melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) menemukan silet dan obat serangga.

"Ada beberapa luka di tangan, sayatan, kanan kiri. Untuk barang-barang yang ditemukan ada baygon, kemudian ada cairan kami masih belum memastikan itu apa," kata Kapolres Malang Kota AKBP Asfuri seusai olah TKP awal.

Dua hasil otopsi

Temuan yang mengarah pada terjadinya aksi bunuh diri itu membuat jajaran Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur turun tangan. Dua hari pasca kejadian, yakni Senin (26/2/2018), Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Jawa Timur, Kombes Pol Agung Yudha Wibowo turun langsung melihat TKP. Hasilnya, Agung tidak bisa memastikan, korban dibunuh atau bunuh diri.
"Ini masih terus dievaluasi ini. Belum kita putuskan, belum kita putuskan. Masih fifty-fifty," katanya.

Beberapa hari kemudian, perkembangan kasus itu menemui jalan buntu. Teka-teki dibunuh atau bunuh diri tidak terpecahkan. Olah TKP terus dilakukan. Sejumlah saksi diperiksa.

Sampai akhirnya, Tim Laboratorium Forensik (Labfor) Bareskrim Mabes Polri turun ke TKP. Hasilnya tetap sama, belum memberikan kepastian tentang dibunuh atau bunuh diri.

Lalu beredar informasi bahwa polisi kehilangan jejak pelaku. Anjing pelacak yang dikerahkan hanya berputar-putar di dalam rumah.

Salah satu alasannya, TKP awal telah rusak akibat banyak orang yang masuk sebelum polisi datang. Terkait rusaknya TKP awal, Asfuri enggan memberikan pernyataan.

Selain itu, muncul hasil otopsi yang menunjukkan sebanyak enam tulang rusuk sebelah kiri korban patah. Kabid Humas Polda Jawa Timur, Kombes Pol Frans Barung Mangera, pada Rabu (28/1/2018), mengatakan bahwa sebab korban meninggal karena patahan tulang rusuk itu menujam ke jantung. Belum diketahui, patahnya jantung karena pukulan atau lainnya.

Tidak hanya itu, hasil otopsi juga menunjukkan tidak ada sampel racun serangga yang bersarang di lambung korban. Kondisi ini menggugurkan dugaan bahwa korban tewas menenggak racun.

"Bukan racun serangga yang mematikan almarhum. Karena tidak ada sampel di lambungnya," kata Barung, Minggu (4/3/2018).

Dua hasil otopsi itu mengarahkan pada kesimpulan bahwa korban tidak bunuh diri.

Bunuh diri atau dibunuh?

Dugaan bahwa korban tidak bunuh diri juga didukung sejumlah fakta. Salah satunya adalah kondisi tempat korban ditemukan tergeletak bersih dari darah meski mengalami berbagai luka. Ceceran darah ditemukan di ruang makan.
Selain itu, adanya tali rafia yang mengikat kaki korban dan ujungnya yang terikat ke pagar di lantai tiga. Tali itu terlihat kendor, lebih panjang dari jarak halaman taman ke lantai tiga.

Selain itu, pagar lantai dua menjorok keluar sehingga, jika korban menjatuhkan diri dari lantai tiga butuh tenaga lebih supaya tidak mengenai pagar di lantai dua. Padahal, kedua pergelangan tangan korban sudah terluka.

Selain itu, kondisi korban tergeletak tidak tegak lurus dengan ikatan tali rafia di lantai tiga.

Namun demikian, berdasarkan hasil identifikasi, polisi menemukan sidik jari korban sendiri pada silet berlumur darah di ruang makan.

Polisi juga belum menemukan jejak pelaku pembunuhan. Tembok di belakang rumah korban terlalu tinggi untuk dipanjat, sedangkan pintu depan rumah dalam keadaan terkunci.

Sejumlah CCTV yang ada di sekitar rumah pelaku diperiksa. Hasilnya, ada aktivitas mobil Avanza warna hitam yang terekam pada malam sebelum korban ditemukan meninggal. Namun, CCTV yang merekam aktivitas mobil itu tidak menjangkau rumah korban.
Mungkinkah pelaku pembunuhan itu terlalu cerdik sehingga bisa menghapus jejaknya dengan rapi? Polisi belum bisa memberikan kesimpulan. Dugaan adanya pembunuh bayaran juga tidak terkonfirmasi.

Untuk kepentingan penyelidikan lebih lanjut, polisi sudah memeriksa sejumlah saksi, antara lain anak pertama korban, Timur Dikman Sasmita, dan istri korban, Suhartutik.

"Masih menganalisa hasil riksa (pemeriksaan) anak sulung dan istrinya," kata Asfuri, Minggu (4/3/2018).

Kombes Pol (Purn) Agus Samad merupakan perwira menengah Polri yang akrab dengan dunia intelijen. Sebelum menjabat Wakapolda Sumut, perwira kelahiran Bukit Tinggi, Sumatera Barat itu kerap menduduki jabatan Kadit Intel, di antaranya Kadit Intel Polda Riau, Kadit Intel Polda Makassar dan Kadit Intel Polda Metro Jaya. Dia juga pernah menjabat sebagai Kapolres Blitar.

Namun dugaan kematiannya apakah terkait dengan sepak terjang Kombes Pol (Purn) Agus saat bertugas dulu juga belum terkonfirmasi. Sekali lagi, masih fifty-fifty.

 

sumber Kompas.com